Prof. Dr. Euis Amalia Online

Press Release

International Conference Afghan Women’s Education (ICAWE) in Doha Qatar 9-11 Desember 2023

Prof. Dr. Euis Amalia M.Ag, Guru Besar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hiayatullah Jakarta bersama dengan Prof. Dr. Siti Ruhaeni, Staf khusus Presiden RI yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga, Prof. Nina Nurmila PhD, dosen UIN Sunan Djati Bandung , dan Rahmawati Husein P.hD, dosen Universitas Muhammadiyah Jogjakarta mendapat penugasan sebagai Delegasi RI pada Workshop Education for Her, Progress for All di Doha, Qatar 9 Desember 2023 dan dilanjutkan pada 10-11 Desember 2023 untuk mengikuti International Confrence on Afghan Womens’Education (ICAWE). Kegiatan serupa sebelumnya telah dilaksanakan di Jakarta dan Bali, kegiatan ICAWE ini adalah atas inisiatif pemerintahan RI melalui Kementerian Luar Negeri dan Pemerintah Qatar yang outputnya diharapkan dapat membantu penyusunan road map dan menjadi input bagi high level meeting terkait penyelesaian masalah akses pendidikkan bagi perempuan Afganistan.

Sebagaimana telah banyak diberitakan bahwa fokus permasalahan saat ini adalah Afghanistan telah menjadi negara baru dibawah penguasan Taliban dengan menyatakan hukum Islam basis konstitusinya, tetapi fakta pemerintah tersebut telah melarang akses perempuan terkait pendidikan, hal ini menjadi persoalan yang sangat penting. Dikutip dari New York Times, Rektor Universitas Kabul yang baru saja diangkat mengatakan bahwa perempuan tidak akan diizinkan untuk bekerja atau menghadiri kelas-kelas di kampus. Dikutip juga dari artikel yang sama bahwa pengajar dan mahasiswa perempuan di Universitas Negeri Afghanistan semakin takut bahwa Taliban tidak akan pernah mengizinkan mereka kembali ke kelas, dan para profesor berbondong-bondong untuk berhenti atau mencoba meninggalkan negara itu (Engelbrecht & Hassan, 2021). Harapan yang tumbuh di masyarakat sebenarnya adalah di mana jika Afghanistan membentuk Emirat Islam, niscaya akan    mengikuti tuntunan Al-Quran dan Sunnah dalam menegakkan pendidikan bagi masyarakat. Perintah Islam terkait mencari ilmu untuk laki-laki dan perempuan, melihat  pendidikan dari perspektif Islam bahwa pendidikan adalah kewajiban penting yang dituntut oleh laki-laki dan perempuan, setiap jenis kelamin memiliki hak untuk belajar tanpa batasan. Hal ini ditegaskan melalui riwayat ibn Majah bahwa Rasulullah bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. Demikian juga diatur dalam al Quran at Taubah: 7 diatur bahwa laki-laki dan perempuan yang beriman adalah menjadi penolong satu sama lain dan bertugas melakukan amal baik dan mencegah kemungkaran di muka bumi, demikian juga Quran al Ahzab: 35 bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang setara di hadapan Allah, Quran An Nahl : 97 bahwa laki-laki dan perempuan beriman yang melakukan kebaikan akan diberikan oleh Allah kehidupan yang baik dan pahala yang sama.

Abdullah Ahmad an Na’im dalam bukunya: Toward an Islamic Reformation (1994: 339)  mengatakan bahwa segala bentuk diskriminasi atas nama gender atau yang lainnya, selain bertentangan dengan tujuan (maqashid syar’iyyah) berupa keadilan universal, juga bertentangan dengan hak asasi manusia itu sendiri. Dengan rekonstruksi negara baru Afghanistan, diharapkan pendidikan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat tanpa memandang gender. Karena masa depan negara akan ditentukan oleh generasi muda di negara mereka sendiri, Afghanistan, dengan sejarah kelam selama 20 tahun terakhir, menjadi pelajaran bagi individu dan masyarakat. Terutama dalam pendidikan yang merupakan hal yang esensial, dan negara-negara Islam lainnya dapat menjadi cermin untuk menerapkan pendidikan yang sama selama hak atas pendidikan terpenuhi dan bermanfaat bagi semua orang (Inclusive Education). Kepentingan politik harus dihentikan dan lebih  mementingkan masyarakat, harapan dunia selalu yang terbaik untuk kemajuan Afghanistan di masa depan.

Pada forum workshop ini telah dibahas beberapa issu yaitu: menyadari pentingnya pemberdayaan perempuan Afghanistan melalui pendidikan, Negara Qatar dan Republik Indonesia menjadi tuan rumah bersama “Konferensi Internasional ke 2 tentang Pendidikan Perempuan Afghanistan (ICAWE)” untuk mendukung masa depan pendidikan perempuan Afghanistan. Konferensi ini secara khusus akan berfokus pada upaya untuk mengatasi hambatan dan rintangan yang menghalangi akses perempuan Afghanistan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Untuk itu, sebelum ICAWE ke-2, tuan rumah bersama akan menyelenggarakan Lokakarya Konferensi Internasional ke-2 tentang Pendidikan Perempuan Afghanistan: “Pendidikan untuknya, Kemajuan untuk Semua (Education for Her, Progress for All).” Lokakarya ini menyediakan platform bagi para ahli untuk meninjau kondisi pendidikan perempuan Afghanistan saat ini, mendiskusikan kemajuan yang telah dicapai sejauh ini, dan mengidentifikasi tantangan yang masih ada yang perlu diatasi.

 Sesi 1: Mengembangkan Strategi yang Efektif Menuju Pelembagaan Kembali Pendidikan Formal Inklusif di Afghanistan di Tingkat Nasional (Cracking the Code: Developing Effective Strategies Toward Reinstituting Inclusive Formal Education in Afghanistan on the National Level). Sektor pendidikan formal menghadapi hambatan dan tantangan berat yang membatasi akses perempuan Afghanistan terhadap pendidikan. Namun demikian, pendidikan formal merupakan titik akses pertama dan harus diperkuat dibandingkan alternatif lain jika memungkinkan. Sesi ini juga membahas masalah keamanan dan inklusivitas dalam lingkungan pendidikan bagi perempuan Afghanistan dengan mempertimbangkan tantangan terkait kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi yang dihadapi anak perempuan dan perempuan Afghanistan di sekolah dan universitas. Sesi ini akan membahas langkah-langkah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung, termasuk kebijakan, kampanye kesadaran, dan program pelatihan untuk guru dan administrator. Sesi ini berfokus pada identifikasi intervensi praktis untuk mencapai pendidikan yang komprehensif, terlindungi, dan berkualitas di Afghanistan dan persyaratan investasi terkait.

Sesi 2: Mengembangkan Strategi yang Efektif Menuju Pendidikan Berbasis Komunitas Informal di Afghanistan untuk Perempuan dan Anak Perempuan (Cracking the Code: Developing Effective Strategies Toward Informal Community based Education in Afghanistan for Women and Girls). Di Afghanistan, pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan telah menjadi tantangan sejak lama. Kurangnya infrastruktur yang memadai, termasuk sekolah dan guru yang terlatih, semakin membatasi perempuan dan anak perempuan untuk mengaksespendidikan. Dengan mempertimbangkan keterbatasan akses perempuan terhadap pendidikan setelah pemerintah secara de facto menutup sekolah menengah dan universitas, pendidikan informal berbasis masyarakat (CBE) menjadi satu-satunya bentuk pendidikan yang dapat diakses oleh banyak perempuan dan anak perempuan. Pendidikan berbasis masyarakat (CBE) merupakan bagian integral dari lanskap pendidikan di Afghanistan dan selama bertahun-tahun telah memungkinkan akses pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan di komunitas yang secara geografis terpencil, sangat terpengaruh oleh konflik, atau sulit dijangkau.

Sesi 3: Menyelaraskan Pendanaan: Memanfaatkan Kemitraan Global untuk Mendanai Pendidikan Perempuan di Afghanistan (Aligning the Financing: Harnessing Global Partnerships to Fund Women’s Education in Afghanistan). Sesi kerja ini memberikan penekanan kuat pada peran penting kemitraan internasional dalam mengamankan peluang pendanaan untuk memungkinkan perempuan Afghanistan mengakses pendidikan, baik di Afghanistan maupun di luar negeri. Selain aspek-aspek penting tersebut, sesi ini dirancang untuk memanfaatkan pengalaman organisasi internasional terkemuka yang memiliki keahlian dalam memberikan beasiswa dan pendanaan untuk inisiatif pendidikan. Dengan memanfaatkan wawasan ini, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk memberdayakan perempuan Afghanistan melalui pendidikan dan menciptakan perubahan positif yang langgeng dalam kehidupan dan komunitas mereka.

Sesi 4: Tidak Meninggalkan Siapapun: Menerapkan Solusi Digital untuk Mengisi Kesenjangan Pendidikan Formal dan Membangun Literasi Digital untuk Masa Depan (Leave No One Behind: Implementing Digital Solutions to Fill Formal Educational Gaps and Establish Digital Literacy for the Future). Sesi kerja ini akan mengeksplorasi pemanfaatan inovasi digital dan teknologi, baik sebagai solusi pendidikan sementara karena tidak adanya pendidikan formal, maupun sebagai sarana untuk mengembangkan literasi digital dasar – sebuah komponen penting dari sistem pendidikan apa pun di masa depan. Sesi ini juga akan berfokus pada identifikasi dan perincian persyaratan praktis dan logistik utama untuk keberhasilan implementasi pendidikan digital di Afghanistan. Diskusi ini mencakup berbagai aspek yang penting untuk implementasi pendidikan digital yang efektif. Hal ini mencakup pengembangan infrastruktur digital, konten pendidikan berkualitas tinggi, sertifikasi pendidikan, akreditasi program, pelatihan guru dalam integrasi teknologi, dan promosi serta aksesibilitas sumber daya pembelajaran online.

Lokakarya ini menyediakan platform bagi para ahli untuk meninjau kondisi pendidikan perempuan Afghanistan saat ini, mendiskusikan kemajuan yang telah dicapai sejauh ini, dan mengidentifikasi tantangan yang masih ada yang perlu diatasi. Sejumlah pendekatan dan inisiatif strategis yang ditawarkan oleh delegasi Indonesia untuk mengatasi masalah ini adalah : 1) diperlukan berbagai pendekatan termasuk pendektan kultural untuk dapat dilakukan dialog dengan pemerintahan yang berkuasa melalui narasi keagamaan dalam hal ini ajaran Islam tentang pentingnya pendidikkan bagi perempuan, dalam konteks ini dibutuhkan juga adanya forum pertemuan para ulama terutama yang memiliki pemikiran moderat seperti Indonesia, Malaysia dan lainnya; 2) Menguatkan sistem pendidikkan yang memungkinkan dapat diterima pemerintah yaitu model madrasah dari tingkat dasar sampai menengah yang memisahkan siswa laki-laki dan perempuan baik dipisah jam belajar ataupun dipisah dedung; 3) Membangun ekosistem dan infraststuktur yang kondusif untuk dibukanya akses belajar bagi siswa perempuan; 4) Menawarkan kurikulum dengan perspektif integrasi keilmuan dan keislaman yang memberikan basis pengetahuan bagi para siswa, model pembelajaran di Indonesia, Malaysia dan negara lain dapat dijadikan best practice untuk model kurikulum seperti madrasah terpadu ini.  Semua usulan dan inisiatif ini tentunya membutuhkan kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak sehingga dapat diterapkan dengan baik. Selama berada di Doha Qatar, delegasi diterima dan ditemani dengan baik oleh KBRI yang dipimpin oleh Dubes RI untuk Qatar H.E Ridwan Hasan dan tim. Adapun untuk kepentingan penyelenggaran konferensi difasilitasi oleh Pemerintah Qatar. 

Semoga pertemuan ini memeberikan manfaat bagi hak-hak perempuan Afghanistan dan perempuan lain di muka bumi ini.

Ditulis oleh Euis Amalia, 13 Desember 2023.

Share this: