Prof. Dr. Euis Amalia Online

Insan Perbankan Syariah Dukung Penghapusan Kewajiban Spint-Off UUS 2023

Wartasyariah.com-Jakarta-Insan perbankan syariah di Indonesia dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mendukung Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang menghapuskan kewajiban pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank induk di tahun 2023. Dalam RUU P2SK tersebut, diatur mengenai kewajiban pemisahan untuk UUS hanya berlaku apabila porsi asset telah mencapai 50 persen atau lebih dari bank induknya.

Dalam hal bank umum konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50 persen dari total nilai aset bank induknya, bank umum konvensional dimaksud wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi bank umum syariah.

Hadirnya RUU P2SK tersebut tentu mrenjadi harapan baru bagi para insan perbankan syariah, khususnya UUS, yang saat ini tengah menghadapi tenggat untuk melakukan spin-off dari bank induknya pada 2023 sesuai amanat UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah.

“Amanat UU Perbankan Syariah tersebut sejatinya memiliki tujuan mulia, yaitu meningkatkan pertumbuhan dan memperkuat perbankan syariah di Indonesia. Namun, berkaca dari kondisi perbankan syariah saat ini, penerapan kebijakan spin-off pada 2023 dikhawatirkan kontra produktif dari tujuan tersebut,” kata Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P Djajanegara di sela-sela acara Media Gathering dengan tema “Pertumbuhan dan Perkembangan Unit Usaha Syariah di Indonesia,” belum lama ini, di Jakarta.

Menilik data OJK per Desember 2022, market share perbankan syariah masih dikisaran 6,7 persen. Hal ini tentunya masih mrmiliki gab yang besar terhadap roadmap Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 2024 sebesar 20 persen pangsa dari keseluruhan industri keuangan syariah. Bedasarkan kinerja lima tahun terakhir, UUS terbukti dapat berkontribusi lebih terhadap share bank induknya. Kontribusi rata-rata aset Top 5 UUS terhadap market share bank induknya mencapai 14 persen. Artinya jika model bisnis UUS dipertahankan maka bisa diandalkan untuk mempercepat pencapaian target 20 persen asset perbankan nasional 2024.

“Jika kewajiban spin-off diterapkan pada 2023, maka akan lahir sekitar 21 Bank Umum Syariah (BUS) baru dengan modal cekak dan kemampuan terbatas. Akibatnya alih-alih akan mempercepat pertumbuhan marker share sebaliknya membuat perbankan syariah tidak kompetitif. Hal ini tentu bertentangan dengan arah konsolidasi perbankan dari OJK yang mendorong penguatan modal untuk menghadapi krisis finansial di masa mendatang serta menhadapi skala bisnis lebih besar,” jelas Pandji.

Di sisi lain, Pandji melihat tingkat pelayanan kepada nasabah dan masyarakat juga akan memburuk, karena BUS hasil spin-off dengan modal kecil belum  dapat menyediakan infrastruktur dan tenaga ahli yang setara dengan bank induknya. Padahal selama ini nasabah telah merasakan standar pelayanan yang memuaskan dari bank induk, misalnya layanan perbankan digital melalui super app maupun internet banking.

“Apalagi bila ditambah penyesuaian pricing pembayaran BUS hasil spin-off akan menjadi lebih tinggi karena keterbatasan likuiditas, sumber dana yang mahal dan rating bank rendah. Kondisi ini akan merugikan sekitar 6,5 juta nasabah UUS. Jika hal ini terjadi, dampak lanjutannya bisa menggerus risiko reputasi perbankan syariah,” kata Pandji.

Pandji menegaskan, kewajiban spin-off UUS tahun depan perlu ditinjau ulang karena bisa berdampak terhadap lemahnya pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia. Pelemahan ini bisa terjadi karena penambahan jumlah entitas dengan skala ekonomi yang relatif kecil sehingga tidak akan melahirkan ekosistem industri keuangan yang cepat dan pesat. Apalagi, pada konteks yang lebih luas, kondisi makro ekonomi saat ini juga tidak kondusif. Bank induk dari UUS masih berfokus pada penjagaan kualitas asset akibat pandemi dan recovery-nya. Disamping tetap waspada terhadap ancaman resesi global.

“Keberadaan UUS selama ini juga telah berhasil mempercepat literasi dan inklusi perbankan syariah dengan menjangkau beragam kalangan nasabah secara universal. Melalui strategi syariah first dan syariah untuk semua, masyarakat dari kalangan nasional telah banyak menjadikan UUS sebagai pilihan perbankan syariahnya,” ungkap Pandji.

Dari sisi ekosistem keuangan syariah, eksistensi UUS juga penting. UUS dengan bank induknya yang termasuk ke dalam Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 3 dapat membantu bank syariah lain sebagai counterparty yang setara/kuat untuk interbankrisk sharing/sindikasi dan squaring hedging position. Hal ini tentu tidak bisa didapat Ketika UUS menjadi BUS dengan modal terbatas.

“Mengingat model bisnis UUS dalat memberikan kontribusi positif yang signifikan dalam langkah strategis pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia, maka kami mendorong agar model bisnis UUS dipetahankan,” harap Pandji

Selain Pandji, pada acara tersebut hadir juga Sekrertaris Jenderal Asbisindo, Herwin Bustaman, Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Hurriyah El Islami dan Guru Besar Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Euis Amalia.

sumber: wartasyariah

https://euisamalia.com

Leave a Reply