Prof. Dr. Euis Amalia Online

Pinjol di Kampus: Solusi atau Masalah?

Dalam episode terbaru podcast Hukum “Semua Ada Aturannya” di kanal YouTuBE Ana Sofa Yuking, S.H., M.H., menghadirkan pakar Ekonomi Syariah UIN Jakarta, Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag., untuk membahas fenomena PINJOL JADI JALAN PINTAS BAYAR UANG KULIAH

Dalam diskusi yang mencerahkan ini, Prof. Euis Amalia memaparkan bahwa setiap kampus memiliki landasan hukum dalam bentuk undang-undang perguruan tinggi yang menjamin hak mahasiswa tidak mampu untuk mendapatkan beasiswa. Penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dimaksudkan untuk menghadirkan keadilan bagi mahasiswa, di mana mereka diharuskan membayar sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua. Akan tetapi, tak jarang mahasiswa terpaksa mencari solusi alternatif saat mengalami kesulitan dalam pembayaran UKT.

Masalahnya muncul ketika pinjol, yang seringkali berkonotasi negatif, menjadi opsi yang diambil. Meskipun pinjol yang ditawarkan oleh kampus  terdaftar di OJK dan legal secara hukum, stigma negatif dari masyarakat membuatnya sulit diterima. Prof. Euis Amalia menyoroti pentingnya memahami bahwa pinjol dalam konteks kampus adalah bagian dari financial technology yang diatur oleh undang-undang, bukan entitas ilegal.

Namun, penting juga untuk mempertimbangkan aspek syariah dalam hal ini. Prof. Euis Amalia menekankan bahwa dalam ekonomi syariah, pembiayaan berbasis teknologi juga sudah tersedia dengan fatwa dari DSN MUI. Fintech yang berbasis syariah dapat menjadi solusi yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan Islam.

Dalam kesimpulannya, meskipun pinjol di kampus dapat menjadi solusi sementara, penting untuk mengedepankan keadilan dan prinsip syariah dalam pembiayaan pendidikan. Lebih lanjut lagi, perlu adanya edukasi kepada masyarakat tentang legalitas dan konsep-konsep yang mendasari fintech agar pinjol di kampus dapat diterima dengan lebih baik.

 Tanggung Jawab Negara dalam Pendidikan: Sebuah Telaah Kritis

Prof. Euis Amalia membahas tanggung jawab negara dan kampus dalam memastikan akses pendidikan yang adil bagi mahasiswa, terutama terkait pembayaran uang kuliah. Dalam pembahasannya, Prof. Euis menyoroti tiga kewajiban yang diberikan kepada kampus oleh undang-undang perguruan tinggi: memberikan beasiswa kepada mahasiswa tidak mampu, membebaskan biaya kuliah, dan memberikan pinjaman tanpa bunga yang harus dikembalikan setelah mahasiswa lulus atau mendapatkan pekerjaan.

Namun, pertanyaan muncul apakah kampus telah menjalankan kewajibannya ini, terutama untuk mahasiswa tingkat S1. Prof. Euis menekankan perlunya kampus memiliki tanggung jawab yang kuat, bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai badan hukum yang independen. Namun, ia juga memperingatkan agar pemerintah tidak melepaskan tanggung jawabnya terhadap pendanaan pendidikan.

Dalam konteks pendanaan, Prof. Euis menyoroti bahaya kapitalisasi kampus, di mana mahasiswa menjadi objek untuk menghasilkan pendapatan tanpa memperhatikan kualitas pendidikan yang diberikan. Kualitas pendidikan, rasio dosen dan mahasiswa, serta sarana prasarana harus tetap menjadi prioritas utama kampus dalam memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas.

Dengan teknologi digital yang semakin berkembang, kampus harus memastikan bahwa layanan yang diberikan sebanding dengan biaya kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa. Dalam konteks ini, platform digital seperti Zoom dapat menjadi alternatif yang efektif, tetapi kualitas pendidikan dan pelayanan harus tetap terjaga.

Diskusi yang mendalam ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kualitas pendidikan, sambil memastikan akses yang adil bagi semua mahasiswa, tanpa mengorbankan standar pendidikan yang tinggi.

 Alternatif Pendanaan Pendidikan: Solusi di Luar Pinjol

Pakar Ekonomi Syariah dari UIN Jakarta ini memaparkan solusi alternatif untuk masalah pendanaan pendidikan, terutama bagi mahasiswa yang kurang mampu. Sebelum membahas pinjol, beliau mengeksplorasi praktik-praktik yang sudah ada di perguruan tinggi.

Ia menjelaskan bahwa banyak kampus telah menjalankan berbagai program untuk mendukung mahasiswa yang kurang mampu, seperti program beasiswa prestasi, Kartu Indonesia Pintar (KIP), serta bantuan dari lembaga zakat dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Namun, ia juga mengakui bahwa alokasi anggaran pendidikan dari pemerintah masih terbatas, sehingga kampus perlu kreatif dalam mencari sumber pendanaan tambahan.

Salah satu solusi yang disoroti adalah pembentukan skema pendanaan di mana mahasiswa akan membayar kembali biaya kuliah setelah mereka lulus dan mendapatkan pekerjaan, tanpa bunga. Meskipun konsep ini belum banyak diterapkan, Prof. Euis Amalia menekankan pentingnya untuk lebih mengembangkan skema pendanaan yang adil dan berkelanjutan, yang melibatkan kerja sama antara pemerintah, kampus, dan lembaga keuangan lainnya.

Namun, tantangan yang dihadapi adalah kurangnya skema pendanaan yang tersedia dari pemerintah dan kurangnya kerjasama dengan lembaga keuangan lainnya. Prof. Euis Amalia menegaskan bahwa skema ini harus dilakukan dengan seizin dan pengetahuan orang tua mahasiswa, serta harus memastikan bahwa tidak ada beban bunga yang dikenakan.

Dalam kesimpulannya, beliau menekankan pentingnya untuk terus mencari solusi alternatif yang adil dan berkelanjutan dalam pendanaan pendidikan, sehingga semua mahasiswa dapat memperoleh akses pendidikan tanpa beban finansial yang berat.

 Pendidikan sebagai Investasi, Bukan Beban: Mendukung Mahasiswa dengan Alternatif Pendanaan

Diskusi yang menginspirasi ini menyoroti pentingnya pendidikan sebagai investasi untuk masa depan bangsa. Prof. Euis Amalia, sepakat bahwa negara harus turun tangan dalam memastikan akses pendidikan yang merata bagi semua, terutama bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Prof. Euis Amalia menekankan bahwa biaya pendidikan seharusnya tidak dipandang sebagai beban, melainkan sebagai investasi dalam sumber daya manusia. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk mengalokasikan dana yang memadai untuk mendukung mahasiswa yang membutuhkan. Ini bukan hanya tanggung jawab kampus, tetapi juga tanggung jawab negara dalam mencerdaskan bangsa.

Dia juga menyoroti pentingnya pengembangan skema pendanaan yang adil, seperti subsidi silang di mana orang tua yang mampu membantu mendanai pendidikan mahasiswa yang kurang mampu. Selain itu, mereka juga mengusulkan alternatif lain seperti program asuhan orang tua, di mana orang tua yang mampu membantu membiayai pendidikan mahasiswa yang kurang mampu.

Dalam konteks ini, peran lembaga keuangan syariah juga disoroti sebagai potensi sumber pendanaan alternatif yang dapat dijelajahi lebih lanjut. Skema pinjaman tanpa bunga, seperti dana talangan, dapat menjadi solusi yang adil dan berkelanjutan bagi mahasiswa yang membutuhkan.

Kesimpulannya, diskusi ini menegaskan bahwa pendidikan adalah investasi yang harus didukung secara kolektif oleh negara, kampus, dan masyarakat. Dengan mengembangkan berbagai alternatif pendanaan yang adil dan berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa tidak ada lagi mahasiswa yang terhalang oleh masalah keuangan dalam mengejar impian pendidikannya.

Solusi Pembiayaan Pendidikan Syariah: Upaya Meringankan Beban Mahasiswa

Prof. Euis Amalia, membagikan pengalaman dan pengetahuannya tentang praktik pembiayaan pendidikan berbasis syariah. Salah satu aspek yang dibahas adalah tentang koperasi berbasis syariah di kampus, yang menyediakan pendanaan kepada mahasiswa. Dalam praktiknya, orang tua mahasiswa atau mahasiswa itu sendiri yang sudah bekerja dapat mengajukan pendanaan melalui koperasi syariah tersebut.

Apa yang membedakan pembiayaan pendidikan berbasis syariah dengan pendekatan konvensional adalah tidak adanya bunga atau denda yang merugikan peminjam. Sebagai gantinya, digunakan prinsip-prinsip syariah dalam akad pembiayaan, seperti akad ijarah multi jasa. Dalam akad ini, mahasiswa atau orang tua mahasiswa membayar ujrah (imbalan) kecil atas pembiayaan yang diterima.

Pentingnya literasi keuangan juga ditekankan dalam pembahasan ini. Mahasiswa perlu memiliki pemahaman yang baik tentang opsi pembiayaan yang tersedia dan kemampuan untuk membuat keputusan finansial yang cerdas. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pembiayaan pendidikan berbasis syariah, mahasiswa dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih baik dan memilih opsi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.

Kerja sama antara perguruan tinggi dan lembaga keuangan syariah juga dipandang sebagai solusi yang lebih berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat. Prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam pembiayaan pendidikan memastikan bahwa mahasiswa tidak terbebani dengan beban finansial yang berlebihan dan dapat fokus pada pendidikan mereka.

Dalam menghadapi perkembangan teknologi keuangan, seperti fintech lending, perlu juga dilakukan seleksi yang cermat dan kewaspadaan yang tinggi. Meskipun fintech lending dapat menjadi solusi yang baik, terutama jika berbasis syariah, namun tetap diperlukan analisis mendalam untuk memastikan bahwa pembiayaan yang diberikan tidak akan memberatkan mahasiswa di masa depan.

Dalam rangka meringankan beban finansial mahasiswa, solusi pembiayaan pendidikan berbasis syariah menjadi pilihan yang sangat layak dipertimbangkan. Dengan memastikan bahwa prinsip-prinsip syariah diterapkan dan literasi keuangan ditingkatkan, mahasiswa dapat memperoleh pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka, sambil menjaga kesejahteraan finansial dan mental mereka.

 Fintech Landing Berbasis Syariah: Solusi Finansial yang Berkelanjutan

Dalam lanjutan diskusi yang menarik Bersama host Ana Sofa Yuking dan narasumbernya,  Prof. Euis Amalia, topik yang dibahas beralih ke fintech landing yang berbasis syariah. Ana Sofa Yuking mengapresiasi keahlian Prof. Euis dalam bidang ekonomi syariah, serta keberpihakan beliau terhadap solusi finansial yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Prof. Euis menyoroti pentingnya memilih fintech syariah sebagai solusi finansial. Menurutnya, sebagai manusia yang bijaksana, kita harus mempertimbangkan opsi yang tidak membebani masyarakat. Hal ini penting terutama bagi mahasiswa yang mungkin belum memahami betul tentang perbedaan antara lembaga keuangan yang berbasis syariah dengan yang konvensional.

Fintech landing berbasis syariah menawarkan solusi yang dapat membantu mengatasi kesulitan ekonomi tanpa menimbulkan masalah di kemudian hari. Prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam pembiayaan ini memastikan bahwa masyarakat tidak terjerat dalam praktik ribawi atau rentenir digital yang merugikan.

Terkait dengan regulasi, Prof. Euis menjelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur dengan baik praktik fintech di Indonesia. Namun, masih ditemukan banyak lembaga keuangan yang tidak memiliki izin atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masyarakat, termasuk mahasiswa, perlu diberi pemahaman yang cukup tentang literasi keuangan sehingga mereka dapat membuat pilihan yang cerdas dalam mengelola keuangannya.

Fintech landing berbasis syariah menawarkan model pembiayaan yang berbeda dengan konvensional. Dalam model ini, tidak ada konsep pinjam meminjam seperti pada lembaga keuangan konvensional. Sebaliknya, terdapat konsep pembiayaan antara pemberi dan penerima pembiayaan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah.

Selain itu, Prof. Euis juga menyoroti peran teknologi dalam menghubungkan antara pemberi dan penerima pembiayaan. Platform fintech hanya berfungsi sebagai perantara dalam proses ini, sementara akad pembiayaan yang digunakan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Dalam praktiknya, biaya-biaya yang dikenakan dalam pembiayaan tersebut sebatas biaya riil yang dikeluarkan, tanpa adanya tambahan yang merugikan pihak yang membutuhkan pembiayaan. Hal ini menunjukkan bahwa fintech landing berbasis syariah dapat menjadi solusi finansial yang berkelanjutan dan sesuai dengan nilai-nilai syariah.

Dengan memahami perbedaan antara fintech landing berbasis syariah dan konvensional, mahasiswa dan masyarakat umum dapat membuat pilihan yang lebih bijaksana dalam mengelola keuangannya. Pentingnya literasi keuangan juga harus terus ditingkatkan agar masyarakat dapat menghindari praktik ribawi dan memanfaatkan solusi finansial yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Perlindungan dan Jaminan dalam Pembiayaan Pendidikan: Peran Lembaga Keuangan dan Negara

Prof. Euis Amalia memberikan pandangan yang mendalam terkait dengan pembiayaan kuliah, terutama dalam konteks perlindungan dan jaminan yang diberikan kepada mahasiswa. Ana Sofi Yuking mengajukan pertanyaan penting mengenai perlakuan yang sama dalam pembiayaan untuk membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal) dan apakah terdapat treatment khusus untuk mahasiswa.

Prof. Euis menegaskan bahwa kategorisasi sangat penting dalam hal ini. Jika mahasiswa memang tidak mampu, solusinya bukan lembaga keuangan yang berorientasi bisnis, melainkan lembaga amal seperti lembaga zakat atau charity. Namun, jika orang tua mahasiswa mampu tetapi tidak likuid, maka bekerja sama dengan lembaga keuangan dapat menjadi solusi, dengan margin yang kecil sehingga tidak memberatkan.

Dalam beberapa kasus, negara dapat turun sebagai penjamin dalam pembiayaan, meskipun Prof. Euis menyebutkan bahwa hal ini lebih umum terjadi dalam konteks pembiayaan untuk kelompok masyarakat yang tidak mampu, bukan khususnya untuk pembiayaan pendidikan. Namun, Prof. Euis menyoroti bahwa lembaga penjaminan pembiayaan seharusnya memiliki peran lebih besar dalam membantu masyarakat mengakses layanan keuangan tanpa memberatkan.

Dalam konteks ini, perusahaan penjaminan pembiayaan memiliki peran penting dalam melindungi pembiayaan itu sendiri, bukan hanya individu yang meminjam. Perlindungan ini bisa mencakup berbagai hal, mulai dari pembiayaan yang dilunasi jika peminjam meninggal, hingga perlindungan jika peminjam kehilangan pekerjaannya atau tidak memiliki pendapatan.

Prof. Euis juga menggarisbawahi bahwa di beberapa negara maju seperti Jerman, Korea, dan Jepang, lembaga penjaminan pembiayaan dijalankan oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya mereka untuk membantu masyarakat mengakses layanan keuangan dengan perlindungan yang memadai. Ini menunjukkan bahwa peran negara dalam memberikan jaminan dan perlindungan dalam pembiayaan pendidikan sangat penting untuk keberlanjutan akses pendidikan tinggi.

Dengan demikian, penting bagi negara dan lembaga keuangan untuk bekerja sama dalam memastikan bahwa mahasiswa dan masyarakat umum memiliki akses terhadap pembiayaan pendidikan yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga dilengkapi dengan perlindungan yang memadai. Ini akan membantu menjaga keberlanjutan akses pendidikan tinggi dan melindungi masyarakat dari risiko finansial yang tidak diinginkan.

Pemerintah sebagai Penjamin Pembiayaan Pendidikan: Suatu Usulan untuk Meningkatkan Akses dan Perlindungan

Prof. Euis Amalia mengusulkan bahwa negara seharusnya memainkan peran yang lebih aktif dalam menjamin pembiayaan pendidikan, sebagaimana yang dilakukan dalam bisnis. Hal ini membawa kita pada pertanyaan: mengapa negara tidak memainkan peran serupa dalam pendidikan?

Menurutnya, pemerintah harus mengambil peran yang lebih besar dalam memberikan jaminan pembiayaan pendidikan, bukan hanya melalui program beasiswa, tetapi juga melalui pendirian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) khusus yang bertindak sebagai lembaga penjamin pembiayaan untuk pelajar dan mahasiswa. Skema seperti ini dapat memberikan kepastian kepada orang tua bahwa mereka bisa mendapatkan jaminan atas pembiayaan pendidikan anak-anak mereka.

Dalam skenario ini, orang tua tidak perlu mencari-cari bantuan charity atau filantropi, tetapi cukup dengan bantuan dari lembaga keuangan yang didukung oleh pemerintah. Ini menjadi sangat penting ketika situasi mendesak muncul, seperti ketika orang tua kehilangan pekerjaan atau tidak mampu membayar biaya kuliah dalam jangka pendek.

Jika lembaga keuangan tidak mampu menampung kebutuhan bridging ini, pemerintah dapat memberikan jaminan untuk pembiayaan pendidikan melalui skema yang telah disiapkan. Ini akan memberikan perlindungan finansial bagi mahasiswa dan keluarganya serta menjaga kelangsungan pendidikan mereka.

Dengan demikian, kehadiran pemerintah sebagai penjamin pembiayaan pendidikan akan menjadi langkah progresif dalam meningkatkan akses dan perlindungan bagi masyarakat dalam meraih pendidikan tinggi. Hal ini juga akan mencerminkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi hak yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa memberatkan secara finansial.

https://euisamalia.com

Leave a Reply